Sabtu, 14 Juni 2014

Dibalik Jendela



Dibalik Jendela
Pagi cerah dengan segala keindahan dan kesejukannya membuat Mentari ingin segera keluar dari rumahnya dan bergegas pergi ke sekolah. Hari ini Mentari habiskan untuk membicarakan soal liburan bersama 5 temannya. Doni, Fadil, Rama, Poppy, dan Siska. Mereka berenam memang sudah sangat dekat sejak mereka masih duduk dibangku SMP. Sudah 6 tahun mereka bersama dan baru saat ini mereka akan berlibur bersama ke suatu tempat dan hanya Rama yang mengetahui seluk beluk tempat itu.
“oke Ram lu yakin itu aman?” Tanya Mentari.
“iyalah disana indah banget lho Ri, lu bisa ke sawah, ke kebun teh. Udaranya juga sejuk. Gimana yang lain setuju gak?” jawab Rama.
“okedeh kita berangkaaaaat!!!” seru yang lain.
Keesokan harinya, tepat hari Minggu pagi mereka pergi ke tempat yang sudah mereka bicarakan kemarin. Untunglah Rama sudah mahir membawa mobil, dan sepanjang perjalanan mereka tidak berhenti tertawa karena terus saja Fadil dan Doni membuat lelucon yang dapat mengocok perut.
“Akhirnya sampai jugaaaa!!! Sejuknyaaaa!! Pagiiii Bogoooor!” teriak Siska.
“Sis, jangan lebay.” Ujar Poppy.
“Yaudah yuk langsung aja kita masuk ke villanya.” Ucap Rama.
Setelah masuk ke villa, Rama menunjukkan ruangan yang menjadi kamar mereka.
“Ri lu di sini ya.. bareng Siska sama Poppy juga..” ucap Rama sambil membuka pintu kamar.
“wow luas banget Ram. Okesip.” Ucap Siska.
“Dan yang cowo disebelahnya yaa” ujar Rama.
Oke setelah selesai merapihkan kamar masing-masing mereka tidak langsung beristirahat, tetapi mereka langsung menjelajahi sekitar villanya yang memang menyimpan banyak keindahan  alam. Sawah terhampar luas dengan warna yang sudah menguning membuat mata terus membelalak melihat indahnya karunia Tuhan.
“hai kalian kesini cepeeeet!” teriak Doni.
“jangan woy palingan Doni Cuma mau nunjukin ini gua lagi liat pucuk pohon teh, iyakan Don? Wakakakakak” ucap Fadil.
“ih bukan Dil,” jawab Doni dengan muka yang serius.
“terus apa?” Tanya Fadil penasaran.
“ini gua lagi liatin jempol kaki gua hahahhahaha” jawab Doni lugu.
“sialaaaan hahahahhaha” gelak Fadil.
Ya dua laki-laki itu memang selalu berduaan seperti orang pacaran, Mentari dan yang lain sering menyebutnya duokoplak. Suasana tegang dan runyam dapat sirna bila duokoplak sudah melaksanakan aksinya. Berbeda dengan Rama yang lebih sering serius.
Malam pertama mereka di puncak, diisi dengan bernyanyi bersama saling mengelilingi api unggun yang mereka buat sendiri. Kehangatan dan penuh cinta mereka hiasi juga dengan kejujuran dari masing-masing pribadi. Mereka bermain permainan anak remaja “Truth or Dare”. Dan kali ini Fadil yang mendapat giliran pertama. Dan bukan Fadil namanya kalau tidak memilih Dare.
“oke Dil kali ini gua yang nantang lu buat nembak Mentari, kan lu pernah cerita ke gua kalo lu suka sama Mentari hahahaha” ucap Doni sambil melirik Mentari yang tepat berada disampingnya.
“F*ck you Don” ucap Fadil kaget dan ingin menghajar Doni.
“weyweywey ingetlah perjanjian kita dulu, kita ga boleh ada yang pacaran. Kita hanya sebagai sahabat, karena cinta dapat menimbulkan benci, dan benci dapat menimbulkan perpecahan. Itukan janji kita? Inget dooong!” tegas Poppy.
Oke malam itu menjadi malam yang penuh dengan kenangan sekaligus juga malam pembukaan petualangan mereka. Waktu terus berputar, hingga tak terasa mentari pagi sudah menyapa Mentari yang memang sudah berada dihamparan kebun teh untuk menikmati sejuknya udara di sana dan juga memandangi pemandangan yang elok. Namun, Mentari tidak sendiri, dia bersama Poppy, mereka membicarakan sesuatu yang menurut mereka itu adalah sesuatu yang patut dicurigai.
“Pop gua masih kepikiran soal semalem.”
“Soal apa Ri? Fadil? Haha”
“bukanlah Pop ngapain banget gua pikirin itu hahahaha”
“lalu apalagi?” ucap Poppy bingung.
“ih lu gak inget apa semalem….masalah jendela. Iya masalah jendela, gua bingung deh kenapa kita gak boleh ngebuka jendela yang ada di belakang itu”
“oiyaya Ri, ada yang ga beres. Gua jadi mikir lho ada yang ga beres sama pemilik villa itu. Lu ga pernah liat apa kemana-mana dia selalu bawa piso. Ih gua sih ngeri banget dari pertama kali ketemu.”
“kayaknya kita harus omongin ini sama anak-anak deh”
Siang itu mereka merundingkan masalah tersebut, tentu saja jauh dari villa mereka karena takut bila pemiliknya mendengar. Siska yang memang punya jiwa penakut seketika menangis dan meminta segera pulang. Asudahlah itu memang sangat merepotkan yang lainnya. Tetapi karena mereka semua penasaran maka mereka tetap bertahan dan menyelidiki semuanya.
“iih kalo kita dipotong-potong sama bapak itu gimana? Gua takuuuut” rengek Siska.
“eh Sis jangan ngaco deh, positif dulu coba kalo mikir tuh” tegas Mentari.
Malam ini malam ketiga mereka berlibur di sana. Mentari dan Poppy sedang asyik menonton Fadil dan Doni bermain PS. Hingga akhirnya jarum jam sudah mengarah keangka 11 malam. Mentari bergegas ke kamarnya untuk beristirahat dan disusul Poppy, sedangkan Doni dan Fadil lanjut bermain PS.
“AAAAAAAAAAAAA!!!!!!!! RAMA FADIL DONI CEPET KESINIIIIII!!!!” teriak Mentari memecahkan suasana.
Semuanya menghampiri Mentari, ya akhirnya semua juga ikut teriak dan langsung terdiam karena bingung apa yang sudah terjadi dan harus bagaimana dengan semua ini. Siska, teman mereka sudah tergeletak dilantai dengan darah yang terus keluar. Yang lebih mengejutkannya lagi, kepala Siska tidak ada, hanya tubuhnya yang penuh dengan sayatan pisau dan isi perutnya kosong dengan pembedahan yang sangat rapih dan sempurna. Mereka tentu saja panik setengah mati. Bahkan Poppy pingsan karena shock melihat mayat Siska.
Hari sudah berganti, pagi yang cerah namun hati mereka tetap berkabung. Mentari ingin mencoba membuka jendela yang penuh misteri itu. Sedikit lagi ia akan tahu apa dibalik jendela itu, namun tiba-tiba saja Rama memanggil Mentari untuk bergabung bersama yang lain, karena mereka akan mengelilingi kebun teh. Mentari menghela nafas dan meninggalkan jendela tersebut namun tak henti-hentinya ia menatap jendela misteri itu.
Tepat pukul jam 11 malam, Mentari mencoba membuka jendela itu lagi, dan kali ini tak ada yang mencegahnya. Mentari shock setelah melihat isi dibalik jendela itu, ya tepat dengan apa yang dulu dia pikirkan tentang isi dibalik jendela itu, tepat sekali. Isinya adalah seluruh organ-organ manusia. Banyak sekali otak beku, jantung yang diawetkan, usus yang disimpan rapih dalam tabung silinder dengan cairan bening. Dan yang membuat Mentari berdiri kaku tak bergerak dan benar-benar dengan mata membelalak adalah ketika dia melihat kepala Siska dengan mata yang melotot ketakutan berada di dalam tabung silinder bening. “apa yang sudah terjadi? Siska? Siapa yang melakukan ini semua?”. Ketegangan tidak berakhir disitu, ternyata seseorang juga masuk melalui pintu. Ya, pemilik villa dengan tangan menggenggam kapak besar. Mentari ketakutan, dia berlari sekuat tenaga namun tidak tahu harus berlari kemana karena itu adalah sebuah ruangan yang hanya berisi organ-organ. Lalu Mentari menyerah, nafasnya tersenggal-senggal tak beraturan. Pemilik villa itu semakin dekat dan lebih dekat.
Pagi itu semua mencari Mentari, mereka menyebar ke seluruh pelosok. Dari sawah, perkebunan teh, sampai ke hutan. Dan akhirnya Mentari ditemukan tergeletak di tengah hutan dan langsung saja Fadil membawa Mentari ke villa. Dan setelah sadar, Mentari bungkam atas apa yang telah terjadi semalam sampai dia berada di tengah hutan.
Malam keempat ini adalah malam terakhir bagi Rama, ya nasib Rama sama seperti nasib Siska. Mereka semua mulai ketakutan. Fadil mulai nekat dengan membawa pisau lalu pergi ke luar villa. Mentari menyusul dan yang lainnya ikut menyusul.
“Dil lo mau kemana?” teriak Mentari sembari berlari mengejar Fadil.
Namun fadil hanya terus berlari tanpa menjawab pertanyaan mentari. Akhirnya Fadil menemukan apa yang dia cari, ya pemilik villa.
“apa yang udah lo lakuin ke temen-temen gua pak? Jawab woy bajingaaaan!” teriak Fadil sambil menodong pemilik villa dengan pisau yang ia genggam.
“saya gak tau apa-apa mas” ucap pemilik villa bingung.
“gausah sok gatau lu anj*ng!”
Nyaris saja Fadil menyayat leher pemilik villa dengan pisaunya, Mentari dengan sigap mencegah Fadil.
“Ri. Lu apa-apaan sih?”
“lu gatau apa yang sebenarnya terjadi Dil, dengerin cerita gua dulu jangan main ngehakimin orang!”
“cerita apalagi? Jelas-jelas cowo brengsek ini yang udah ngebunuh temen kita!”
“jangan marah-marah dulu, bapak ini gak salah apa-apa! Dengerin gua dulu ayo kita bicarain ini di villa!”
Semua bergegas ke villa. Dan Mentari menceritakan semuanya.
“Awal pertama kali ke sini gua juga sempat curiga dengan bapak ini, karena dia selalu bawa pisau. Pas gua mau buka jendela di belakang itu, gua juga dilarang sama dia. Gua dan Poppy yang pertama kali curiga. Trus pada saat kita omongin masalah itu Siska keliatan panic banget, dan dia yang pertama jadi korban. Dan gua nekat buat buka jendela itu. Pas baru gua buka, gua kaget banget pas ngeliat apa isi dibalik jendela itu. Gua putusin buat terus liat-liat sampai akhirnya gua temuin kepala Siska diawetin di dalem tabung silinder bening. Tetapi gua sadar ada yang hilang dari semua koleksi Rama. Tiba-tiba Bapak ini langsung nyamperin gua bawa kapak yang mungkin buat nebas lehernya Siska karena kapak itu darah semua. Gua panik. Tapi bapak ini ternyata baik, dia bongkarin itu semua ke gua, tapi kita cerita di tengah hutan dan ga sadar juga ternyata gua pingsan karena shock” jelas Mentari perlahan.
“gua masih belum ngerti Ri” Fadil bingung.
“ini semua ulah Rama, bapak ini adalah pembantu di rumah Rama, bapak ini hanya menghilangkan jejak-jejak perbuatan Rama. Rama terobsesi dengan organ-organ manusia, dia ingin menjadi dokter bedah namun orang tuanya tidak mengijinkan. Dan akhirnya Rama belajar pembedahan lewat internet. Dan sekarang dia malah kecanduan akan pembedahan organ manusia. Rama suka banget sama Siska, jadi dia putusin buat ngawetin mayat Siska karena dia tau kita ga akan ngebolehin siapapun diantara kita ada yang pacaran. Gua tau ini juga dari bapak ini karena Rama selalu cerita ke beliau.”
“terus apa yang udah terjadi dengan Rama?” Tanya Poppy.
“Rama? Semua itu gua yang ngelakuin. Karena gua dan Rama belajar bareng soal ini. Dan gua lagi mencari kemana koleksi gua yang gua titipin ke Rama”

0 komentar:

Posting Komentar