CONSCIOUSNESS
Aku tidak mengerti mengapa tiba-tiba aku
sudah berada di tengah hutan belantara ini. Aku mencoba untuk menelusuri hutan
ini dan mencoba untuk keluar. Entah sudah berapa lama aku berjalan sendiri
seperti orang yang kebingungan, tetapi tetap saja aku tidak menemui jalan
keluar. Dan hanya sebuah perkampungan kecil yang aku temui. Ku coba untuk
memasuki perkampungan itu, berharap ada petunjuk untuk keluar dari hutan ini,
karena aku ingin segera pulang ke rumah.
“Mas, maaf nama saya Mentari,”
“oh iya, nama saya Jono. Ada apa ya mba?”
“ehm ini saya mau tanya, jalan raya menuju ke Jakarta ada dimana ya?
Saya tadi sudah muter-muter tapi tidak ketemu”
“sebaiknya anda tanya dulu sama mas Arya, itu rumahnya yang paling
besar.”
“oh iya makasih ya mas”
Aku hanya menatapi dari ujung sampai
ujung bangunan yang sangat indah itu. Bentuknya seperti istana, indah sekali
dengan taman bunga yang bermekaran di sekitarnya. Aku mencoba memasuki rumah
itu.
“ada apa nona cantik datang ke rumah ku?”
“eehh saya ingin menemui Arya, adakah dia di sini?”
“dia tepat sekali berada dihadapanmu”
Sungguh Arya jauh sekali dengan apa yang
aku bayangkan. Dia gagah dan juga rupawan.
“maaf, saya ingin bertanya pada anda. Apakah anda tau jalan keluar
dari kampung ini?”
“tunggu dulu, aku belum mengetahui namamu.”
“oh iya namaku Mentari”
“nama yang indah. Iya aku tahu jalan keluar dari sini. Tapi apa kamu
yakin akan cepat-cepat ingin pergi dari sini? Apa kamu tidak ingin melihat
tempat-tempat yang indah di sini?”
Ingin rasanya aku mengatakan tidak.
Namun entah hipnotis dari mana aku mengiyakan tawaran tersebut, aku tinggal di
rumah Arya sekarang. Setiap hidangan yang disugukan adalah makanan-makanan yang
sangat lezat. Aku sendiri tidak tau apakah Arya itu raja atau bukan. Setiap
kali aku bertanya soal itu Arya selalu bilang itu tidak penting untuk aku
ketahui.
Setiap hari kami selalu mengunjungi
tempat-tempat yang memang sangat indah. Aku sendiri tidak mengerti mengapa
tempat tersebut ada di tengah-tengah hutan yang menyeramkan ini. Dan akupun
tidak tau tempat ini ada di daerah mana. Apakah sangat jauh dari Jakarta atau
hanya didekat Jakarta.
Setiap kali mengunjungi tempat-tempat
indah itu entah kenapa Arya selalu bilang padaku
“jangan kamu menoleh ke belakang saat kamu hendak pergi dari tempat
yang telah kamu kunjungi”
Kita selalu pergi berdua. Tak ada
pengawal dan tak ada siapapun. Padahal tempat-tempat itu sangat indah, mengapa
tidak ada satupun orang yang mengunjunginya. Aku menyadari ada hal yang berbeda
pada diriku saat ini, entah apa aku tidak bisa menerjemahkan apa yang aku
rasakan. Apa mungkin aku jatuh cinta pada Arya? Aku rasa tidak, dia seseorang
yang terpandang di sini, sedangkan aku hanya orang baru yang tersesat di hutan
dan tiba-tiba datang di kampung ini.
Saat makan malam, aku bingung harus
menghabiskan makanan yang mana, karena ada banyak sekali makanan yang
diletakkan di atas meja ini. Bagaikan tamu istimewa yang datang diacara resmi
kerajaan dan dihidangkan makanan super mewah.
“Mentari, aku boleh bertanya sesuatu padamu?”
“oh silahkan saja”
“apakah kamu sudah mempunyai seorang kekasih?”
“hah? Eehh untuk saat ini belum, memang ada apa Ya?”
“aku berniat untuk melamarmu”
Seketika jantungku mendadak berhenti.
Aku terpaku, terdiam, bingung apa yang harus aku katakan. Namun dibalik itu semua
aku melontarkan senyumku dihadapan Arya. Dan Arya pun membalas senyumanku. Aku
tidak mengerti apa yang sudah aku perbuat, mengapa bibir ini dengan tidak
sadarnya membuka senyuman untuk hal yang aku sendiri bingung harus bagaimana.
Tetapi tak ada penyesalan yang aku rasakan untuk senyuman tadi. Apa memang
benar aku mencintai Arya?
Setelah malam itu berlalu, hari-hariku
bersama Arya semakin berwarna, aku merasakan kebahagiaan yang amat luar biasa,
bahkan tidak pernah aku merasakan bahagia seperti ini. Hari terus berlalu,
hingga suatu pagi aku melihat Arya sedang ngobrol bersama dua orang yang aku
rasa mereka adalah kedua orang tuaku. Dan memang benar mereka orang tuaku. Aku
bingung mengapa mereka tiba-tiba bisa berada di sini. Tetapi pikiran itu
seketika menghilang. Ternyata mereka sedang membicarakan soal pernikahan. Orang
tuaku setuju aku menikah dengan Arya. Dan besoklah hari pernikahanku dengan
Arya.
Hari ini adalah hari yang aku
tunggu-tunggu. Hari dimana inilah pengucapan janji suci sebuah pernikahan. Aku tidak
mengerti mengapa semua keluargaku dan teman temanku sudah berkumpul di sini. Kami
sempat bercanda tawa sejenak sebelum acara sacral ini dimulai. Saat ini
jantungku berdebar-debar, aku mulai khusyu mendengar suara Arya yang dengan
lantangnya mengucapkan sebuah ikrar. Lega rasanya.
Kini kami semua sedang berdo’a, namun
apa yang terjadi. Setelah aku mengucap Aamiin dan membuka mataku, kini seolah
aku sedang berada di tempat yang terkutuk. Semuanya berubah. Mulai dari
teman-temanku, penghulu, dan orang tuaku. Dan Arya yang berada di sampingku
kini berubah menjadi setan yang seluruh wajahnya rusak. Dengan mata kanan yang
keluar dan mata kiri yang sudah bolong, mulutnya pun setengah sobek. Dia terus
melihatku, aku ketakutan dan kini aku sendiri orang tuaku telah berubah menjadi
setan atau mungkin mereka adalah zombie. Aku berlari menjauh dari mereka. Aku pergi
ke tempat yang dulu pernah aku kunjungi bersama arya, mungkin disitu aku bisa
menghindar. Namun kenyataannya tempat itu tidak ada, pohon yang dulu berbuah
lebat berubah menjadi pohon yang tidak berdaun dengan penuh tengkorak
bergelantungan. Aku terus berlari, hingga akhirnya aku menyerah. Aku kini
berada di tepi lubang besar dan dipenuhi dengan tulang belulang manusia. Baunya
pun sangat busuk. Dan aku teringat, tempat ini yang dahulu aku kunjungi. Sebuah
danau yang indah dengan aroma bunga-bunga yang harum. Apa ini? Apa arti semua
ini? Aku sangat ketakutan. Aku tidak tahu harus kemana dan bagaimana. Aku pasrah
dengan semua ini. Aku sangat kaget ketika ada tangan yang menepuk pundakku. Tangan
siapa ini? Dan ternyata Arya. Aku ingin berlari menjauhinya. Namun aku sudah
kelelahan.
“Arya aku mohon jangan bunuh aku” pintaku sambil menangis ketakutan.
“Tenang, kamu ingin hidup?”
“iya aku ingin hidup”
“hidup sendiri?”
“iyaaa”
“baiklah kami semua akan menghilang esok pagi saat kamu telah bangun
dari tidurmu. Dan kamu akan hidup sendirian di sini.”
Itu kata terakhir dari Arya. Kini 5
tahun sudah aku hidup sendiri di sini. Tidak ada orang lain. Sunyi senyap sudah
hal yang biasa bagiku. Hingga suatu hari aku sedang memasak di dapur, dan
terdengar ada yang sedang mengetuk pintu rumahku.
0 komentar:
Posting Komentar